Sabtu, 22 Agustus 2015

Alat Seks Untuk Pencegah Kehamilan

Alat Seks Untuk Pencegah Kehamilan - Alat KB metode perintang cukup efektif untuk mencegah kehamilan dalam satu kali hubungan intim, tidak memengaruhi kesuburan, dan dapat digunakan saat ibu masih dalam fase mnyusui.

Namun, untuk perencanaan kehamilan jangka panjang, lebih dianjurkan kontrasepsi metode hormonal, seperti pil KB, IUD, susuk, suntik, atau implan.

Terdapat tiga alat KB yang termasuk dalam metode perintang, yaitu spermisida, diafragma, dan kondom.

1. Spermisida

Cara kerja: Dipakai oleh perempuan. Kontrasepsi ini berupa senyawa kimia berbentuk gel, tablet, krim, spons, dan tisu yang berfungsi membunuh sperma.

Cara pemakaian: Dimasukkan atau dioleskan ke dalam vagina saat hendak berhubungan intim. Alat ini mulai bekerja sekitar 5-10 menit setelahnya. Efektivitas spermisida berlangsung selama kurang lebih satu jam setelah mulai bekerja. Spermisida jenis gel atau krim juga dapat digunakan bersama dengan kontrasepsi diafragma atau kondom.

Kelebihan: Mudah didapatkan di apotek tanpa perlu resep dokter. Dapat sekaligus bersifat sebagai "pelumas" vagina sehingga mencegah timbulnya rasa sakit. Harga terjangkau.

Kekurangan: Kandungan bahan kimiawinya beresiko menyebabkan iritasi dan alergi pada vagina maupun penis. Tidak melindungi penggunanya dari risiko infeksi menular seksual (IMS) seperti HIV/AIDS.

2. Diafragma

Cara kerja: Dipakai oleh perempuan. Alat ini terbuat dari lateks dan berbentuk seperti mangkuk. Meski bahannya tebal, bagian dalamnya lentur sehingga mudah disesuaikan ketika dipasang di dalam vagina.

Diafragma dapat dipasang beberapa saat sebelum berhubungan intim dan baru boleh dilepas minimal enam jam setelahnya.  Pemakaian diafragma harus dibarengi dengan spermisida.

Cara pemakaian: Dipasang di dalam vagina. Sebelum dimasukkan, olesi satu sendok spermatisida di bagian dalam diafragma dan di sekeliling lingkaran permukaannya. Bila setelah dua jam dipasang belum juga berhubungan seksual, maka diafragma perlu diolesi kembali dengan spermatisida/spermisida.

Kelebihan:
Mudah dipasang dan dilepaskan. Tidak mengandung hormon, tidak memengaruhi kondisi hormon tubuh. Dapat dipakai ulang. Setiap kali selesai digunakan, cuci dengan sabun lalu biarkan mengering. Taburi dengan tepung jagung sebelum disimpan kembali di wadahnya. Jika digunakan secara benar dengan spermatisida, efektivitasnya mencapai 97 persen. Alat ini juga melindungi pengguna dari IMS. Harganya pun terjangkau.

Kekurangan: Penggunaan spermatisida bersama dengan diafragma beresiko menimbulkan iritasi jaringan vagina. Tidak cocok bagi perempuan dan pasangannya yang alergi terhadap lateks. Hanya tersedia di apotek dan untuk membelinya perlu dilengkapi dengan resep dokter.

3. Kondom

Cara kerja: Dipakai oleh laki-laki. Alat ini terbuat dari berbagai macam bahan, seperti lateks, plastik, dan kulit kambing. Bahannya tipis, bentuknya panjang, dan berfungsi menampung sperma agar tidak masuk ke vagina. Kini terdapat kondom yang sudah dilengkapi dengan spermisida sehingga lebih ampuh dalam mencegah terjadinya kehamilan.

Cara pemakaian: Digunakan saat hendak berhubungan intim. Kondom dipasang di penis yang sudah ereksi dan dilepas setelah ejakulasi.

Kelebihan: Tersedia dalam berbagai bentuk, ukuran, dan bahan. Mudah diperoleh di toko maupun apotek. Melindungi pengguna maupun pasangannya dari risiko infeksi menular seksual. Harganya juga terjangkau.

Kekurangan: Hanya untuk sekali pakai, dapat lepas saat berhubungan intim, tidak cocok bagi laki-laki mau pun pasagannya yang alergi terhadap lateks.Alat Seks Untuk Pencegah Kehamilan

Cara Mencari Obat Nyeri

Di pasaran terdapat beberapa jenis obat pereda nyeri yang bisa kita beli secara bebas. Obat tersebut ada yang golongan parasetamol, ibuprofen, dan juga aspirin. Bagaimana memilih obat yang paling tepat?

Parasetamol sering menjadi pilihan utama banyak orang untuk mengobati sakit gigi, sakit kepala, demam, dan sebagainya. Obat yang mengandung parasetamol antara lain Tempra, Tylenol, atau Panadol. Obat ini biasanya dipilih karena sudah kebiasaan turun temurun.

Meski demikian, menurut Andrew Moore, peneliti nyeri dari Universtias Oxofrd, parasetamol sebenarnya kurang begitu efektif menghilangkan nyeri.

"Jika Anda mengonsumsi aspirin dengan dosis 500mg atau 1000 mg untuk dua tablet, sekitar 30 persen orang yang mengalami nyeri akut mendapat kesembuhan. Sementara untuk parasetamol dengan dosis sama, sekitar 40 persen sembuh. Untuk obat ibuprofen, dalam formulasi sekitar 400 mg atau dua tablet, yang mendapat kesembuhan sampai 50 persen," katanya.

Moore sudah melakukan sejumlah kajian terhadap beberapa obat antinyeri yang dijual bebas. Menurutnya, untuk nyeri akut atau rasa sakit yang menyerang pada kejadian spesifik, misalnya operasi, luka terpotong, atau terbakar, maka pilihannya dari yang bekerja paling efektif adalah ibuprofen, diikuti parasetamol, baru aspirin.

Sementara itu untuk nyeri kronik, misalnya sakit punggung bawah atau penyakit nyeri sendi, ibuprofen dianggap masih lebih unggul dibanding parasetamol. Beberapa penelitian memang mengungkapkan bahwa parasetamol tidak efektif mengatasi nyeri jenis ini.

Bagaimana dengan sakit kepala yang kadang-kadang kambuh? Moore menjelaskan hanya sedikit penelitian yang fokus pada nyeri kepala tipe tegangan yang tidak selalu muncul.

"Jika melihat pada data, maka obat pereda nyeri yang efektif untuk nyeri tersebut adalah tablet ibuprofen. Parasetamol tidak terlalu bagus dalam analgesik, tapi obat ini sering dipilih karena dianggap aman," paparnya.

Yang menarik, ternyata parasetamol tidak seaman itu. Menurut Philip Conaghan yang meneliti tentang efek negatif obat, beberapa penelitian mengungkap adanya kelebihan dosis pada orang yang rutin mengonsumsi pereda nyeri ini untuk sakit kronis, dan juga adanya toksisitas di liver.